Back To Top

Rabu, 06 Februari 2019

STUDI BANDING KE SMPN 5 BANDUNG

    Membandingkan antar dua sekolah yang berbeda latar lokasi dan sarana prasarana nya, tentu bukan hal yang bijak, seperti nampak terlihat pada gambar, yang atas adalah SMPN 1 Aranday, yang berlokasi di wilayah pedalaman Kabupaten Teluk Bintuni, yang masih sederhana dan jauh dari hiruk pikuk sibuknya kendaraan bermotor yang bahkan jalan darat yang menghubungkannya dengan wilayah lain pun belum ada.

     Sedangkan pada gambar di bawah adalah halaman depan SMPN 5 Bandung, yang telah berdiri sejak tahun 1920, di zaman Belanda bercokol di negeri ini, awalnya sekolah ini bernama MULO yang khusus diperuntukkan sekolah bagi anak anak Belanda, Cina, dan bangsawan di masa itu, bahkan salah satu mantan presiden Indonesia, bapak BJ. Habibie, tamat dari sekolah ini. Terletak di pusat perkotaan Bandung, sekolah ini bagai terguyur begitu banyak kemudahan kemudahan jika dibandingkan dengan SMP yang ada pada gambar di atas.

     Adalah sebuah terobosan baru dan berani dari SMPN 1 Aranday, mengirimkan salah satu gurunya untuk studi dan melihat secara langsung proses KBM di sana, karena ini adalah hal pertama yang terjadi di Kabupaten Teluk Bintuni dan tidak menggunakan dana dari pemerintah daerah atau dinas terkait, tetapi murni menggunakan dana Koperasi Sekolah. Beda halnya dengan SMPN 5 BANDUNG, yang bahkan mampu membawa gurunya studi secara langsung ke luar negeri dan dilakukan secara rutin setiap tahun, yakni ke kota Adelaide, Australia, Inggris, dan mengumrohkan guru guru agama Islam, agar mereka mendapatkan pengalaman langsung dan pembelajaran di sana.


   SMPN 5 BANDUNG memiliki 50 orang tenaga pendidik dan kependidikan, dengan jumlah peserta didik hampir 1.000 anak. Penerapan sekolah gratis, membuat sekolah ini harus kreatif untuk mencari sumber pendanaan, adalah Komite Sekolah memegang peranan penting dalam hal ini, karena sekolah yang telah tua, ruangan yang banyak, WiFi dan CBT di setiap kelas serta biaya maintenance yang besar, mengharuskan mereka mengeluarkan biaya yang besar setiap tahunnya, tapi sekolah yang berada di tengah Kota Besar dengan latar belakang orang tua siswa yang paham dan peduli dengan pendidikan, menjadi bukan hal yang sulit untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, beda halnya dengan SMPN 1 Aranday, daya kreativitas akan mati jika sudah berhadapan dengan orang tua siswa yang mayoritas tidak paham dan tidak peduli dengan pendidikan, sehingga segala permasalahan sekolah harus bisa diselesaikan sendiri sekolah.


    Pendidikan karakter menjadi hal terpenting yang diterapkan sekolah pengimbas ini, setiap siswa wajib sudah berada di sekolah pukul 6.20, kemudian diadakan kegiatan pembiasaan yakni cinta tanah air, senang membaca, dan kegiatan keagamaan, seperti berdoa bersama, shalat Dhuha, dan membaca Al Quran bagi yang beragama Islam.


    Bagi sekolah SMPN 1 ARANDAY, mendisiplinkan anak hadir tepat waktu setiap pagi pukul 7.15, masih menjadi PR berat, karena hampir 50% setiap harinya anak terlambat datang ke sekolah. Bagaimana pun kerasnya sekolah menerapkan disiplin ini masih sangat sulit ditaati oleh peserta didik. Dari hal yang awal inilah mungkin SMPN 1 ARANDAY harus berbenah, bersinergi dengan pemerintah setempat dan orang tua siswa untuk memulai mendisiplinkan siswa.
    SMPN 1 ARANDAY, memang masih harus banyak berbenah, tapi tentu saja pemerintah daerah dan pusat juga harusnya bisa menyelesaikan permasalahan sarana prasarana yang masih tertinggal. Agar pendidikan di daerah bisa setara dengan pendidikan di perkotaan.